PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL GURU

Diberlakukannya perjanjian TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Right) pada tanggal 1 Januari 2000 memberikan harapan adanya perlindungan bagi berbagai produk intelektual dari upaya pelanggaran hak atas produk yang dihasilkan baik oleh individu maupun suatu korporasi dalam bidang industri dan perdagangan dalam upaya menjaga pelanggaran hak atas keaslian karya cipta yang menyangkut Hak Cipta, Merek, Paten, Desain Produk, Rahasia Dagang dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Indonesia sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi TRIPs sebenarnya telah memberikan landasan hukum bagi perlindungan HaKI melalui 3 (tiga) Undang-undang di bidang HaKI yang dikeluarkan pada tahun l997, yaitu :
  1. Undang Undang Nomor 12 Tahun l997 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 6 Tahun l982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang nomor 7 Tahun l987;
  2. Undang Undang nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang Undang nomor 6 Tahun l989 tentang Paten;
  3. Undang Undang nomor 14 Tahun l997 tentang Perubahan atas Undang Undang nomor 19 Tahun l992 Dan ada 3 (tiga) Undang Undang lagi yang dikeluarkan pada akhir Tahun 2000, yaitu :
a.       Undang Undang nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;
b.      Undang Undang nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Produk;
c.       Undang Undang nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Istilah HaKI atau Hak atas Kekayaan Intelektual merupakan terjemahan dari Intellectual Property Right (IPR), sebagaimana diatur dalam undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang pengesahan WTO (Agreement Establishing The World Trade Organization). Pengertian Intellectual Property Right sendiri adalah pemahaman mengenai hak atas kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia, yang mempunyai hubungan dengan hak seseorang secara pribadi yaitu hak asasi manusia (human right). HaKI atau Hak atas Kekayaan Intelektual adalah hak eksklusif yang diberikan suatu hukum atau peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Pada intinya HaKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HaKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.
Berlandaskan UUD 1945 dan UU No 9 tahun 1999 Pasal 3 ayat 2 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. Sesuai dengan politik hukum UU tersebut, bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketakwaan dan tanggung jawab untuk kesejahteraan umat manusia. Oleh pencipta-Nya, manusia dianugerahi hak asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat, kemuliaan dirinya serta keharmonisan lingkungan.
Bahwa hak asasi manusia, termasuk hak-hak guru, merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng. Oleh karena itu hak-hak manusia, termasuk hak-hak guru harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun. Bahwa bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemban tanggung jawab moral dan hukum untuk menjunjung tinggi dan melaksanakan deklarasi universal tentang hak asasi manusia yang ditetapkan oleh PBB serta berbagai instrumen internasional lainnya mengenai HAM yang telah diterima oleh Indonesia. Di samping hak asasi manusia juga dikenal kewajiban dasar manusia yang meliputi: (1) kepatuhan terhadap perundang-undangan, (2) ikut serta dalam upaya pembelaan negara, (3) wajib menghormati hak-hak asasi manusia, moral, etika dan tata tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selanjutnya, sebagai wujud tuntutan reformasi (demokrasi, desentralisasi, dan HAM), maka hak asasi manusia dimasukkan dalam UUD 1945.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 40 ayat (1) huruf d, yang menyatakan  bahwa “Pendidik dan Tenaga Kependidikan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual”.
Salah satu hak guru sebagaimana dijelaskan dalam UU di atas adalah hak memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual. Pada Pasal 39 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bagian 7 tentang Perlindungan, disebutkan bahwa banyak pihak wajib memberikan perlindungan kepada guru, berikut ranah perlindungannya seperti berikut ini.
  1. Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
  2. Perlindungan tersebut meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi dan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
  3. Perlindungan hukum mencakup perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, diskriminatif, intimidasi atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain.
  4. Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap PHK yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
  5. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja dan/atau risiko lain.
Berdasarkan amanat Pasal 39 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen seperti disebutkan di atas, dapat dikemukakan ranah perlindungan hukum bagi guru. Frasa perlindungan hukum yang dimaksudkan di sini mencakup semua dimensi yang terkait dengan upaya mewujudkan kepastian hukum bagi guru dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya ternasuk Hak atas Kekayaan Intelektual.
Sistem perlindungan hukum Hak Kekayaan Intelektual dapat diterapkan untuk melindungi pengetahuan guru dan ekspresi pendidikan Indonesia, terutama yang telah dikembangkan sedemikian rupa oleh individu guru maupun lembaga profesi guru di Indonesia tanpa harus kehilangan karakteristiknya.
Pengakuan HKI di Indonesia telah dilegitimasi oleh peraturan perundang-undangan, antara lain Undang-Undang Merk, Undang-Undang Paten, dan Undang-Undang Hak Cipta. HKI terdiri dari dua kategori yaitu: Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Hak Kekayaan Industri meliputi Paten, Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang dan Varietas Tanaman. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan bahwa Perlindungan hak atas kekayaan intelektual bagi pendidik dan tenaga kependidikan juga meliputi perlindungan terhadap hak cipta dan hak kekayaan industri. Hak Kekayaan Industri meliputi Paten, Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang dan Varietas Tanaman. Bagi guru dan tenaga kependidikan, perlindungan HKI dapat mencakup:
1)      Hak cipta atas penulisan buku;
2)      Hak cipta atas makalah;
3)      Hak cipta atas karangan ilmiah,
4)      Hak cipta atas hasil penelitian,
5)      Hak cipta atas hasil penciptaan,
6)      Hak cipta atas hasil karya seni maupun penemuan dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta sejenisnya, dan;
7)      Hak paten atas hasil karya teknologi.

PERANAN DAN MANFAAT HKI BAGI PERGURUAN TINGGI

Saat ini teknologi sebagai produk Kekayaan Intelektual telah menjadi salah satu komoditi yang paling strategis dalam perdagangan internasional. Kekayaan intelektual memainkan peranan yang signifikan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini karena hampir semua kebutuhan manusia dalam abad modern ini berasal dari produk-produk yang lahir dari kemampuan intelektual manusia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Berbagai bukti dari negara maju telah menunjukkan bahwa kemampuan intelektual lebih dominan dalam memacu kesejahteraan masyarakat dibandingkan dengan keberadaan sumber daya alam. Perguruan Tinggi merupakan institusi yang menjadi basis aktivitas intelektual oleh karena itu pengelolaan kekayaan intelektual merupakan kebutuhan esensial yang harus dipenuhi.
Paradigma perdagangan global telah mengarah pada kompetisi berbasis kekayaan intelektual di mana kekayaan intelektual dinilai sebagai aset terpenting dalam persaingan dan Indonesia telah meratifikasi berbagai konvensi internasional di bidang kekayaan intelektual. Dengan ratifikasi ini maka seluruh komponen bangsa Indonesia diharapkan merasa mempunyai kewajiban untuk melaksanakannya termasuk unsur perguruan tinggi. Undang-undang RI No. 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan IPTEK Pasal 13 (3) menyebutkan: "Dalam meningkatkan pengelolaan kekayaan intelektual Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang wajib mengusahakan pembentukan sentra HKI sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya".
Kekayaan intelektual dapat menjadi sumber penghasilan dan penerimaan yang berkelanjutan baik bagi inventor (penemu) maupun lembaga di mana inventor tersebut bernaung. Syarat utama kekayaan intelektual tersebut bisa menjadi sumber penerimaan yang berkelanjutan adalah jika (1) kekayaan intelektual tersebut mendapatkan perlindungan hukum dan (2) dapat diaplikasikan untuk kepentingan masyarakat. Tanpa perlindungan hukum maka kekayaan intelektual tersebut akan menjadi milik orang lain dan bila tidak dapat di aplikasikan untuk kepentingan masyarakat maka kekayaan intelektual tersebut tidak ada yang membeli.

Hasil Riset Perguruan Tinggi Sebagai Kekayaan Intelektual
Konsep dasar dalam pengapresiasian dan pengembangan hasil-hasil riset tidak dapat dilepaskan dari risalah pengonstruksian perlindungan hukum bagi kreativitas dan produktivitas manusia. Konsep ini dapat ditelusuri dari ajaran Lockean yang menjadi landasan filosofis bagi pemvalidasian eksistensi sebuah kreativitas yang saat ini dikenal dengan HAKI. Konsepsi dasar hak atas kekayaan intelektual (HAKI) bersumber pada proposisi yang dipostulasikan oleh John Locke, filosof Inggris abad ke XVII. Inti gagasan proposisi tersebut menempatkan hak milik sebagai hak yang melekat (inherent) pada kepribadian individu. Setiap orang memiliki hak untuk mempertahankan hidup dengan karya fisik, ide, kreativitas dan derivat-derivatnya.
Jika seseorang mengombinasikan karya manusiawinya, dengan obyek-obyek alamiah dan menambahkan sesuatu dari dirinya, maka secara otomatis hasilnya merupakan bagian dari kekayaannya, dan tidak dapat dihilangkan dari dirinya tanpa seizinnya. Untuk itu,  semua manusia memiliki hak-hak alamiah tertentu dan untuk menikmati hak-hak tersebut tidak memerlukan izin dari pemerintah. Proposisi ini sesungguhnya menggambarkan proses interaksi (structural coupling) antara manusia dan alam sebagai syarat minimal untuk hidup manusiawi. Namun demikian, seluruh derivat dari structural coupling itu seharusnya tidak membatasi orang lain dalam melakukan atau menikmati derivat tersebut secara wajar.
Deskripsi di atas membimbing kita pada kesimpulan yang mengkualifikasi hak milik intelektual sebagai hak kodrat dan ia harus diberikan perlindungan sebagai bagian dari hak kodrat yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada manusia. Dengan demikian ia dapat dikategorikan ke dalam nilai-nilai universal yang harus dihormati oleh manusia sebagai subyek hukum. Berdasarkan uraian di atas maka hasil riset perguruan tinggi dapat merupakan hak kekayaan yang melekat pada penemunya.

Sejarah Perkembangan Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual

Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840-an. Pemerintah Kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan UU Merek (1885), UU Paten (1910), dan UU Hak Cipta (1912). Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888 dan anggota Berne Convention for the Protection of Literary and Aristic Works sejak tahun 1914. Pada jaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 s.d. 1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU peninggalan Belanda tetap berlaku, namun tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda, permohonan paten dapat diajukan di kantor paten yang berada di Batavia (sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan paten tersebut harus dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda.
Pada tahun 1953 Menteri KeHKIman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang paten, yaitu Pengumuman Menteri KeHKIman No. J.S. 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan semetara permintaan paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri KeHKIman No. J.G. 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.
Pada tanggal 11 Oktober 1961 pemerintah RI mengundangkan UU No. 21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan (UU Merek 1961) untuk menggantikan UU Merek kolonial Belanda. UU Merek 1961 yang merupakan undang-undang Indonesia pertama di bidang HKI. Berdasarkan pasal 24, UU No. 21 Th. 1961, yang berbunyi "Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang Merek 1961 dan mulai berlaku satu bulan setelah undang-undang ini diundangkan". Undang-undang tersebut mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek 1961 dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan. Saat ini, setiap tanggal 11 November yang merupakan tanggal berlakunya UU No. 21 tahun 1961 juga telah ditetapkan sebagai Hari KI Nasional.
Pada tanggal 10 Mei1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris [Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Stockholm Revision 1967)] berdasarkan Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan,yaitu Pasal 1 s.d. 12, dan Pasal 28 ayat (1).
Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta ( UU Hak Cipta 1982) untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.
Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era modern sistem HKI di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HKI melalui Keputusan No. 34/1986 (Tim ini lebih dikenal dengan sebutan Tim Keppres 34). Tugas utama Tim Keppres 34 adalah mencangkup penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI, perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem HKI di kalangan instansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas. Tim Keppres 34 selanjutnya membuat sejumlah terobosan, antara lain dengan mengambil inisiatif baru dalam menangani perdebatan nasional tentang perlunya sistem paten di tanah air. Setelah Tim Keppres 34 merevisi kembali RUU Paten yang telah diselesaikan pada tahun 1982, akhirnya pada tahun 1989 Pemerintah mengesahkan UU Paten.
Pada tanggal 19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 7 tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No. 12 tahun 1982 tentang Hak Cipta. Dalam penjelasan UU No. 7 tahun 1987 secara jelas dinyatakan bahwa perubahan atas UU No. 12 tahun 1982 dilakukan karena semakin meningkatnya pelanggaran hak cipta yang dapat membahayakan kehidupan sosial dan menghancurkan kreativitas masyarakat.
Menyusuli pengesahan UU No. 7 tahun 1987 Pemerintah Indonesia menandatangani sejumlah kesepakatan bilateral di bidang hak cipta sebagai pelaksanaan dari UU tersebut. Pada tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 di tetapkan pembentukan Direktorat Jendral Hak Cipta, Paten dan Merek (DJ HCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat Paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jendral Hukum dan Perundang-undangan, Departemen KeHKIman.
Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten, yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 tahun 1989 (UU Paten 1989) oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991. Pengesahan UU Paten 1989 mengakhiri perdebatan panjang tentang seberapa pentingnya sistem paten dan manfaatnya bagi bangsa Indonesia. Sebagaimana dinyatakan dalam pertimbangan UU Paten 1989, perangkat hukum di bidang paten diperlukan untuk memberikan perlindungan hukum dan mewujudkan suatu iklim yang lebih baik bagi kegiatan penemuan teknologi. Hal ini disebabkan karena dalam pembangunan nasional secara umum dan khususnya di sektor industri, teknologi memiliki peranan sangat penting. Pengesahan UU Paten 1989 juga dimaksudkan untuk menarik investasi asing dan mempermudah masuknya teknologi ke dalam negeri. Namun demikian, ditegaskan pula bahwa upaya untuk mengembangkan sistem KI, termasuk paten, di Indonesia tidaklah semata-mata karena tekanan dunia internasional, namun juga karena kebutuhan nasional untuk menciptakan suatu sistem perlindungan HKI yang efektif.
Pada tanggal 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 tahun 1992 tentang Merek (UU Merek 1992), yang mulai berlaku tanggal 1 April 1993. UU Merek 1992 menggantikan UU Merek 1961. Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights(Persetujuan TRIPS).
Tiga tahun kemudian, pada tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang KI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989, dan UU Merek 1992. Di penghujung tahun 2000, disahkan tiga UU baru di bidang KI, yaitu UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri dan UU No 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Dalam upaya untuk menyelaraskan semua peraturan perundang-undangan di bidang KI dengan Persetujuan TRIPS, pada tahun 2001 Pemerintah Indonesia mengesahkan UU No. 14 tahun 2001 tentang Paten, dan UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek. Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak diundangkannya.

MEMBANGUN PENDIDIKAN KARAKTER DI ACEH (Internalisasi Nilai: Sebuah Tawaran)

Saifullah Idris, Landasan Penguatan Pendidikan Karakter
    1. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3:“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
2. Agenda Nawacita No. 8:“Kami akan melakukan revolusi karakter bangsa .... Untuk pendidikan dasar, pembobotan dilakukan dengan menekankan 70% substansinya harus berisi tentang budi pekerti dan pembangunan karakter peserta didik (bagian dari revolusi mental)...”
3.    Nilai-nilai GNRM yaitu integritas, kerja keras, gotong royong
4.    Trisakti: Mewujudkan Generasi yang Berkepribadian dalam Kebudayaan.
5.  RPJMN 2015-2019: “Penguatan pendidikan karakter pada anak-anak usia sekolah pada semua jenjang pendidikan untuk memperkuat nilai-nilai moral, akhlak, dan kepribadian peserta didik dengan memperkuat pendidikan karakter yang terintegrasi ke dalam mata pelajaran”
6. Permendikbud No.82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Sekolah, dan PPK
Nilai Karakter yang dikembangkan selama ini, diantara adalah Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta Tanah Air, Menghargai Prestasi, Bersahabat/Komunikatif, Cinta Damai, Gemar Membaca, Peduli Lingkungan, Peduli Sosial, Tanggung Jawab.
Sedangkan nilai-nilai karakter selama ini hanya 5 karakter, yaitu: Karakter Religius, Karakter Nasionalis, Karakter Mandiri, Karakter Gotong Royong, dan Karakter Integritas.
Nilai-nilai Karakter tersebut mengandung: Olar pikir: proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif menhasilkan pribadi cerdas (kognitif). Olah hati: perasaan sikap dan keyakinan/keimanan yang menghasilkan pribadi jujur (afektif). Olah rasa dan karsa: kemauan yang tercermin dalam kepedulian. Olah raga: proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi dan penciptaan aktivitas baru yang disertai dengan sportivitas menghasilkan pribadi yang tangguh.
Makna Karakter dan Pendidikan Karakter
     Etimologi: charassein (Yunani) character (inggris); watak, tabiat, sifat, membuat tajam, Bahasa Arab: Thabiat, akhlak, sajiiyah, syakhshiiyah.
     Dalam bahasa indonesia karakter dimaknai dengan watak, yaitu sifat-sifat hakiki seseorang atau suatu kelompok atau bangsa yang sangat menonjol sehingga dapat dikenalidalam berbagai situasi ataumerupakan trade mark orang, kelompok atau bangsa tersebut.
Makna Pendidikan Karakter
      Program pendidikan karakter sebagai upaya membangun kesadaran melakukan berbagai kebajikan untuk menciptakan dunia yang lebih baik.
      Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan berprilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, masyarakat dan warga negara serta membantu mereka untuk membuatkeputusan yang dapat dipertanggungjawabkan
KARAKTER RELIGIUS
Mencerminkan sikap iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku untuk melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianutnya, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain. Sikap religius juga ditunjukkan dalam perilaku mencintai dan menjaga keutuhan alam.
KARAKTER NASIONALIS
merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan  yang tinggi terhadap bahasa,  lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Sikap ini mencakup nilai karakter cinta tanah air dan semangat kebangsaan
KARAKTER MANDIRI
merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita. Karakter kemandirian meliputi nilai-nilai etos kerja, tahan banting, daya juang, professional, mandiri, kreatif dan menjadi pembelajar sepanjag hayat.
KARAKTER GOTONG ROYONG
mencerminkan tindakan menghargai semangat kerjasama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, bersahabat dengan orang lain dan memberi bantuan pada mereka yang miskin, tersingkir dan membutuhkan pertolongan. Karakter gotong royong mencakup nilai-nilai karakter saling menghargai, kerjasama, gotong royong, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan kerelawanan.
KARAKTER INTEGRITAS
merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral (integritas moral). Karakter integritas meliputi sikap tanggungjawab sebagai warga negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melalui konsistensi tindakah dan perkataan yang berdasarkan kebenaran.
Visi- Misi Gubernur
Visi: TerwujudnyaAceh yang damai dan sejahtera melalui pemerintahan yang bersih, adil dan melayani
Misi
  1. Reformasi birokrasi untuk tercapainya pemerintahan yang bersih dan berwibawa guna mendukung pelayanan publik yang mudah, cepat, berkualitas dan berkeadilan;
  2. Memperkuat pelaksanaan Syariat Islam beserta nilai-nilai keislaman dan budaya keacehan dalam kehidupan masyarakatdengan iktikad Ahlussunnah Waljamaah yang bersumber hukum Mazhab Syafi’iyah dengan tetap menghormati mazhab yang lain;
  3. Menjaga integritas nasionalisme dan keberlanjutan perdamaian sebagai tindak lanjut prinsip-prinsip  MoU Helsinki;
  4. Membangun masyarakat yang berkualitas dan berdaya saing di tingkat nasional dan regional melalui peningkatan mutu pendidikan secara merata, baik pada pendidikan vokasional, dayah dan pendidikan umum;
  5. Memastikansemua rakyat Aceh mendapatkan akses layanan kesehatan secara mudah,berkualitas dan terintegrasi;
  6. Menjaminkedaulatan dan ketahanan pangan yang berimplikasi terhadap kesejahteraan petani dan nelayan melalui peningkatan produktifitas dan nilai tambah hasil pertanian dan kelautan;
  7. Menyediakan sumber energiyang bersih danterbarukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan listrik bagi rakyat dan industri, sebagai komitmen Aceh dalam pembangunan rendah emisi;
  8. Membangundan melindungi sentra-sentra produksi dan industri jasa kreatif yang menghasilkan produk kompetitif untukmemperluas lapangan kerjaserta memberikan kemudahan akses permodalan;
  9. Revitalisasi fungsi perencanaan daerah dengan prinsip evidence based planningyang efektif, efisien dan berkelanjutan.
Antara Nilai Nasional dengan Nilai Visi Misi Gubernur Aceh
Secara nasional, ada lima nilai karakter utama dalam Gerakan Nasional Revolusi Mental. Sebagaimana disebutkan diatas, nilai-nilai gerakan revolusi mental, yaitu: Karakter Religius, Karakter Nasionalis, Karakter Mandiri, Karakter Gotong Royong, dan Karakter Integritas. Sedangkan Visi gubernur Aceh, yaitu: TerwujudnyaAceh yang damai dan sejahtera melalui pemerintahan yang bersih, adil dan melayani. Misi gubernur, adalah:
  1. Reformasi birokrasi untuk tercapainya pemerintahan yang bersih dan berwibawa guna mendukung pelayanan publik yang mudah, cepat, berkualitas dan berkeadilan;
  2. Memperkuat pelaksanaan Syariat Islam beserta nilai-nilai keislaman dan budaya keacehan dalam kehidupan masyarakatdengan iktikad Ahlussunnah Waljamaah yang bersumber hukum Mazhab Syafi’iyah dengan tetap menghormati mazhab yang lain;
  3. Menjaga integritas nasionalisme dan keberlanjutan perdamaian sebagai tindak lanjut prinsip-prinsip  MoU Helsinki;
  4. Membangun masyarakat yang berkualitas dan berdaya saing di tingkat nasional dan regional melalui peningkatan mutu pendidikan secara merata, baik pada pendidikan vokasional, dayah dan pendidikan umum;
  5. Memastikansemua rakyat Aceh mendapatkan akses layanan kesehatan secara mudah,berkualitas dan terintegrasi;
  6. Menjaminkedaulatan dan ketahanan pangan yang berimplikasi terhadap kesejahteraan petani dan nelayan melalui peningkatan produktifitas dan nilai tambah hasil pertanian dan kelautan;
  7. Menyediakan sumber energiyang bersih danterbarukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan listrik bagi rakyat dan industri, sebagai komitmen Aceh dalam pembangunan rendah emisi;
  8. Membangundan melindungi sentra-sentra produksi dan industri jasa kreatif yang menghasilkan produk kompetitif untukmemperluas lapangan kerjaserta memberikan kemudahan akses permodalan;
  9. Revitalisasi fungsi perencanaan daerah dengan prinsip evidence based planningyang efektif, efisien dan berkelanjutan  
Pendekatan Penguatan Karakter, secara nasional, adalah: Pendekatan Integral dan pendekatan menyeluruh.

Pendekatan adalah Penguatan Pendidikan karakter dilakukan dengan mengintegrasikan pengembangan fisik (olah raga), intelektual (olah pikir), moral/sosial (olah karsa), estetika dan spiritual individu (olah hati dan rasa). Pendekatan Menyeluruh adalah Penguatan Pendidikan Karakter dilakukan dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan karakter dalam proses belajar-mengajar, pengembangan budaya sekolah dan kolaborasi dengan komunitas-komunitas di luar lingkungan pendidikan.
Startegi secara Nasional adalah berbasis kelas, kultur sekolah dan berbasis komunitas.

Strategi Penguatan Pendidikan Karakter
Berbasis kelas
dilakukan melalui proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di dalam kelas. Penguatan pendidikan karakter dalam kegiatan belajar di dalam kelas bisa berupa pemilihan model pembelajaran tematik (ada alokasi waktu khusus untuk mengajarkan nilai-nilai tertentu), non-tematik (terintegrasi dengan materi pembelajaran dalam kurikulum), dan non-instruksional (manajemen kelas dan organisasi fisik lingkungan kelas).
Berbasis kultur sekolah
dilakukan melalui kegiatan ko-kurikuler, ekstra-kurikuler dan pengembangan manajemen pengelolaan lembaga pendidikan (tata kelola sekolah, tata peraturan sekolah, norma-norma, regulasi pendidikan) yang mendukung pembentukan karakter peserta didik sebagai pembelajar.
Berbasis komunitas
dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan komunitas-komunitas di luar lembaga pendidikan sebagai sumber-sumber pembelajaran, tempat berbagi pengalaman dan keterampilan yang memperkuat  penumbuhan karakter peserta didik.
Aceh, sebagai daerah yang menerapkan Syariat Islam, maka nilai-nilai karakter dikembangkan, disamping nilai-nilai karakter kebangsaan secara nasional, juga mengembangkan Nilai-Nilai karakter Religius, yaitu nilai-nilai akhlak. Nilai-nilai Akhlak tersebut, diantaranya adalah:
      Nilai-nilai akhlak pereorangan, seperti kesucian jiwa, menjaga diri, menguasai nafsu, menjaga nafsu makan dan seks, menahan rasa marah dan lain-lain.
      Nilai-nilai akhlak dalam keluarga, seperti kewajiban-kewajiban kepada ibu bapak dan anak-anak.
      Nilai-nilai akhlak sosial, seperti memenuhi amanah, mengatur perjanjian untuk menyelesaikan yang meragukan, menepati janji, memberi kesaksian yang betul, memaafkan dan lain sebagainya
      Nilai-nilai akhlak dalam negara, seperti hubungan antara kepala negara dan rakyat, kewajiban kepala negarabermusyawarah dengan rakyat, ajakan kearah perdamaian dan lain sebagainya.
      Nilai-nilai akhlak dalam  agama, seperti beriman kepada-Nya, ketaatan yang mutlak, memikir ayat-ayat-Nya, memikirkan makhluk-Nya, mensyukuri nikmatnya, bertawakkal kepada-Nya
Pendekatan yang digunakan adalah Internalisasi nilai, yang terdiri dari:
  1. Inculcation, pendekatan yang memberikan penekanan pada penenaman nilai-nilai sosial dlm diri Pesrta didik.
  2. Pendekatan perkembangan kognitif, memberikan penekatan pada aspek kognitif dan perkembangannya.
  3. Analisis nilai, menekankan pada perkembangan kemampuan peserta didik untuk berpikir logis, dengan cara menganalisis persoalan yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial.
  4. Klarifikasi nilai, memberikan penekanan pada usaha membantu peserta didik dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri, untuk meningkatkankan kesadaran mereka mengenai nilai-nilai mereka sendiri.
  5. Transenden, dalam masyarakat Islam di kenal dengan penghayatan sufistik. Cara untuk mengembangkan kemampuan menghayati kehidupan transenden adalah lewat refleksi
Internalisasi adalah suatu model pembelajaran untuk mencapai sebuah tujuan pendidikan. Atau sebuah ide yang mempertahankan individu secara alami untuk menjadikan seseorang yang potensial dalam mencari cara untuk merealisasikan sifatnya secara esensial sebagai makhluk hidup yang istimewa.
Reflective Thinking
  1. Identifying and finding problem: mengidentifikasi dan menemukan masalah.
  2. Collecting information: mengumpulkan informasi.
  3. Formulating hypothesis: membuat kesimpulan sementara.
  4. Testing the hypothesis: menguji hipotesis.
  5. Evaluating and constructing policy: melakukan evaluasi dan membuat kebijakan
Reflective Attitudes
  1. Open-mindedness: bersikap terbuka, aktif mendengarkan perspektif-perspektif orang lain, mempertimbangkan alternatif-alternatif yang telah diputuskan sebelumnya.
  2. Whole-heartedness: persoalan yang ditemukan akan diselesaikan dengan lebih efektif dan menjadikan sesuatu itu akan lebih mudah.
Responsibility: sifat moral, sikap moral dalam menyerap materi dan menjangkau kemampuan seseorang, memiliki rasa tanggung jawab moral, sikap dan intelektual dalam melakukan berbagai aktivitas.

GURU SEBAGAI MODEL DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH

Saifullah Idris, Di sekolah, Guru adalah sebagai model yang selalu menjadi teladan bagi murid-muridnya, baik keilmuannya, sikap, tingkah lakunya dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan guru baik didalam kelas maupun diluar kelas. Dalam perspektif lslam, guru sebagai penyambung lidah para rasul dan nabi dalam mentransfer nilai-nilai, baik nilai agama, budaya  dan lain-lain. Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang sangat mulia.
Sebagai seorang teladan yang memiliki tugas yang sangat mulia dan menjadi model bagi murid-muridnya di sekolah, maka seorang guru juga di wajibkan untuk memiliki kompetensi-kompetensi yang membuat guru itu lebih bermartabat baik dalam pandangan muridnya, teman sejawat, atasan , karyawan dan masyarakat secara lebih luas. Kompetensi-kompetensi itu, diantaranya adalah kompetensi pedagogik, kompetensi keperibadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial.Dengan demikian, implementasi pendidikan disekolah merupakan suatu kewajiban dan melekat pada pribadi guru itu sendiri. Mengingat nilai karakter bangsa merupakan nilai-nilai karakter manusia itu sendiri atau dalam hal ini adalah nilai-nilai karakter manusia Indonesia seutuhnya. Nilai karakter ini muncul pada seluruh komponen bangsa sehingga memiliki nilai karakter. Dengan kata lain perlunya memiliki suatu perilaku kolektif kebangsaan yang baik-unik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa dan perilaku berbangsa dan bernegara dari hasil olah pikir, olah hati, olah karsa, olah rasa serta olah raga seseorang atau sekelompok orang bangsa Indonesia. Dengan demikian ada beberapa nilai karakter yang berlandaskan agama, budaya bangsa, Pancasila dan Tujuan Pendidikan nasional Indonesia.
Semua nilai-nilai tersebut diapresiasikan dalam bentuk inovasi yang kreatif karena apabila suatu nilai apabila tidak disalurkan secara inovatif-kreatif, nilai tersebut tidak bermakna apa-apa atau tidak bernilai, sehingga transfer of values mengalami stagnasi. Dengan demikian suatu ide, barang, kejadian, halhal yang praktis, metode, barang-barang buatan manusia yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu berupa hasil invention maupun discoveri yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu dalam hal tujuan pendidikan nasional tidak akan bearti sama sekali. Maka keperluan akan ide-ide kreatif dalam mewariskan nilai-nilai karakter bngsa sudah seharusnya melalui karya-karya inovatif.

Konsep Penguatan Pendidikan Karakter

    Saifullah Idris, Secara etimologi: Karakter berasaal dari kata "charassein" (Yunani) character (inggris); watak, tabiat, sifat, membuat tajam, Bahasa Arab: Thabiat, akhlak, sajiiyah, syakhshiiyah. Dalam bahasa Indonesia karakter dimaknai dengan watak, yaitu sifat-sifat hakiki seseorang atau suatu kelompok atau bangsa yang sangat menonjol sehingga dapat dikenalidalam berbagai situasi ataumerupakan trade mark orang, kelompok atau bangsa tersebut. Makan karakter itu adalah Sifat pribadi Yg relatif stabil pd diri individu yg menjadi landasan bg penampilan perilaku dlm standar nilai & norma yg tinggi. Sifat pribadi: ciri-ciri yang ada didlm pribadi seseorang yang terwujudkan dalam tingkah laku. Relatif stabil: suatu kondisi yang apabila sdh terbentuk akan tidak mudah diubah. Landasan: kekuatan yg pengaruhnya sangat besar/dominan dan menyeluruh terhadap hal-hal yg terkait langsung dgn kekuatan yang dimaksud. Penampilan perilaku: aktivitas individu/kelompok dlm wilayah kehidupan tertentu spt: agama, ekonomi, hukum, keluarga, negara, pekerjaan dan lain-lain. Selain itu, ada beberapa kata yang sepadan dengan kata-kata karakter, yaitu Moral, karakter adalah sikap dan kebiasaan seseorang yang memungkin dan mempermudah tindakan moral; karakter merupakan kualitas moral seseorang.jika mempunyai moralyang baik, maka akan memiliki karakter yang baik yang terwujud dalam sikap dan prilaku sehari-hari.Etika dan moral memiliki makan yang sama namun berasal dari bahasa yang berbeda. Etika, Yunani, ethos;kebiasaan, adat, watak, sikap, cara berpikir. Moral, Latin, mores; kebiasaan atau adat.Akhlak, Arab, khuluq; perangai, tabiat, adat. Secara istilah: akhlak adalah kondisi jiwa seseorangyang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melaluipertimbangan pikiran (lebih dulu), dipikirkan, dan tanpa ditimbang-timbang. Atau sifat yang tertanam dalam jiwa dan daripadanya timbulperbuatan yang mudahtanpa memerlukan pertimbangan. Dan Budi pekerti terdiri dari beberapa pengertian: Alat batin yang merupakan panduan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk Tabiat, akhlak, watak, Perbuatan baik, Daya upaya, ikhtiar dan Akal. Dengan demikian, karakter individu itu lahir memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan. Olar pikir: proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif menhasilkan pribadi cerdas (kognitif). Olah hati: perasaan sikap dan keyakinan/keimanan yang menghasilkan pribadi jujur (afektif). Olah rasa dan karsa: kemauan yang tercermin dalam kepedulian. Dan Olah raga: proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi dan penciptaan aktivitas baru yang disertai dengan sportivitas menghasilkan pribadi yang tangguh. Sedangkan makna Pendidikan karakter,Secara sempit dapat diartikan  dengan Program pendidikan karakter sebagai upaya membangun kesadaran melakukan berbagai kebajikan untuk menciptakan dunia yang lebih baik. Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan berprilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, masyarakat dan warga negara serta membantu mereka untuk membuatkeputusan yang dapat dipertanggungjawabkan. Secara lebih luas, Sebagai pendidikan nilai, pendidikan moral, pendidikan budi pekerti, pendidikan watak, yang bertujuan: mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari degan sepenuh hati. Memiliki Keteraturan setiap tindakan dan diukur berdasarkan hirarki nilai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap tidakan. Koherensi yang memberikan keberania, membuat seseorang tangguh pada prinsip, tidak bimbang pada situasi baru/takut risiko. Otonomi, seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Keteguhan dan kesetiaan, daya tahan seseorang guna mengingini apa yg dipandang baik. Kesetiaan adalah dasar bagi penghormatan atas komitmen yg dipilih.