SERTIFIKASI PEMBIMBING MANASIK HAJI: MoU Antara UIN Ar-Raniry dengan Dirjen PHU Kementerian Agama RI

Dalam undang-undang penyelenggaraan haji dan umrah mengatur salah satu syarat untuk menjadi pembimbing manasik haji harus sudah bersertifikat. Kemenag mewajibkan kepada pihak kelompok bimbingan ibadah haji (KBHI) dan Biro travel haji dan umrah untuk memiliki pembimbing manasik haji yang bersertifikat. Dirjen PHU mengatakan bahwa  Sertifikat pembimbing haji bertujuan untuk meningkatkan kualitas, kreativitas dan integritas pembimbing manasik haji agar mampu melakukan aktualisasi potensi diri dan tugasnya secara professional dalam rangka mewujudkan jamaah haji yang mandiri baik dalam hal ibadah maupun perjalanan.
Disamping itu, Universitas Islam Negeri Ar Raniry menjadi salah satu Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) ke-13 yang menjalin kerjasama dengan Ditjen PHU dalam pelaksanaan sertifikasi pembimbing ibadah haji. Menurut Nizar,  potensi kerjasama tersebut sangat besar, karena jumlah KBIH yang ada saat ini lebih dari 1000 dan itu tersebar di seluruh pelosok Nusantara. Selain itu,  ada juga 1016 Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU), dan 283 Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
Kesempatan ini, sangat menguntungkan perguruan tinggi, karena di perguruan tinggi, khusus PTKIN ada program studi Manajemen Haji Umrah (MHU) yang lagi ngetren dan ternyata program Studi tersebut belum ada, padahal kita di kementerian agama memiliki Manajemen Haji dan Umrah. Untuk itu kita berharap kedepan, pihak perguruan tinggi (PTKIN) untuk membuka program studi tersebut. Sekarang, potensi yang sangat besar tersebut harus dimanfaatkan oleh perguruan tinggi karena pihak kementerian Agama sudah mensyaratkan dan berbasis syariah.
Penandatanganan MoU antara Direkturat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) dengan UIN Ar Raniry Aceh dalam bidang sertifikasi haji. Ini ditandai dengan sinergisitas antara kedua lembaga.
Penandatanganan MoU berlangsung di ruang sidang Ditjen PHU, Jakarta. Hadir, Direktur Bina Haji, Khoirizi; Direktur Pengelolaan Dana Haji dan SIHDU, Maman Saepulloh; Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus, Arfi Hatim. Dari pihak UIN AR-Raniry, dihadiri langsung oleh Rektor, Wakil Rektor III dan  Wakil Rektor I, Kabiro AUPK, dan Wakil Dekan III Fakultas Dakwah. Nizar berharap, kerjasama ini dapat berkontribusi lebih bagi UIN Ar-Raniry dan kemaslahatan umat, dengan menghasilkan para pembimbing ibadah haji yang bersertifikasi dan professional. Rektor UIN Ar Raniry Banda Aceh, Warul Walidin mengatakan, dengan adanya penandatanganan MOU ini, maka lengkaplah perangkat yang ada di Aceh untuk melaksanakan syariat Islam secara kaffah. "Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang memiliki potensi besar harus bisa memanfaatkan peluang dengan maksimal yang tentunya berguna bagi kemaslahatan umat," tambahnya.
"Kami di UIN Ar Raniry akan melaksanakan pelatihan-pelatihan bagi petugas kita dan perangkat-perangkat haji kita, sehingga kita mempunyai kompetensi yang diakui berupa sertifikat yang kita keluarkan," tandasnya.

MAA’HAD: ALTERNATIF MENUJU MODERASI BERAGAMA

Moderasi Beragama merupakan bukan hal yang baru dalam beragama, karena dalam Agama Islam Khususnya, sudah dibicarakan semenjak agama itu sendiri hadir keduania ini. Itu terbukti dari kelahiran Nabi Muhammad SAW ke dunia ini, untuk memperbaiki nasib manusia dan beliau menjadi Islam ini sebagai Ahama yang Rahmatan lil Alamin. Untuk lebih jelas, hal ini dibicarakan oleh para pimpinan mahasiswa PTKIN Se-Indonesia yang bertempat di Ternate. Disamping itu juga ikut merumuskan dan memperkuat beberapa program yang ada dibawah lini kemahasiswaan, seperti memperkuat model student mobility program, model maahad aljamiah, PW Pramuka dan Akreditasi bidang kemahasiswaan.
Kesepakatan ini lahir pada Rakor Wakil Rektor/Wakil Ketua Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama PTKIN se-Indonesia. Rakor berlangsung di Ternate, Maluku Utara, 26-28 Oktober 2019. 
“Komitmen PTKI dalam mengawal moderasi beragama dan semangat kebangsaan salah satunya diwujudkan dalam penguatan Ma’had Al-Jami’ah dan penyelenggaraan Perkemahan Wirakarya Perguruan Tinggi Keagamaan (PW PTK) se-Indonesia,” kata Ketua Forum WR/WK III PTKIN se-Indonesia Waryono Abdul Ghofur di Ternate, Sabtu (26/10).
“Kita ingin memperkuat pengaruh utama moderasi beragama dan kebangsaan dikalangan mahasiswa PTKI, melalui aksi-aksi sistematis, terukur dan berkesinambungan sebagai counter terhadap radikalisme dan intoleransi," sambungnya.
Rektor IAIN Ternate Samlan HI. Ahmad mengatakan, kendatipun kelompok radikalisme dan intoleransi di PTKI tidak sekuat di lembaga pendidikan lain, tetapi kami terus siaga dengan melakukan berbagai program dan kegiatan untuk pemahaman Islam yang rahmatan lil ‘alamin. 
“Kehadiran ma’had al-jami’ah menjadi instrumen penting untuk penguatan pemahaman keagamaan yang moderat, inklusif dan toleran di kalangan mahasiswa PTKIN. IAIN Ternate sudah secara serius mewujudkannya," kata Samlan.
Kasubdit Sarana Prasarana dan Kemahasiswaan Direktorat PTKI Ditjen Pendidikan Islam Ruchman Basori mengatakan Perkemahan Wirakarya PTK ke-15  akan diselenggarakan di UIN Raden Fatah Palembang tahun 2020. PW PTK menjadi sarana strategis untuk menguatkan semangat kebangsaan di kalangan mahasiswa millenial.
“Desain PW PTK harus berorientasi pada penguatan modrerasi dan semangat kebangsaan dan ajang pengembangan kreativitas dan inovasi mahasiswa PTKI," kata Aktivis Mahasiswa ’98 ini.
Ruchman memaparkan, bertemunya mahasiswa pramuka antar Perguruan Tinggi Keagamaan, dengan latar belakang agama, sosial dan budaya berbeda dan juga pramuka dari luar negeri akan memperkuat wawasan multikulturalisme.
Kegiatan Rakor Kemahasiswaan dihadiri 58 Wakil Rektor/Wakil Ketua III PTKIN se-Indonesia. Turut hadir Sekretaris Forum WR/WK III PTKIN Sumper Mulia Harahap, Wakil Rektor I  Tahir Sapsuha, Wakil Rektor II Marini Abdul Djalal, Wakil Rektor III Adnan Mahmud dan Direktur Pascasarjana Khalid Hasan Minabari dan civitas akademika lainnya.
Disamping itu, pengelolaan Maahad Aljamiah di kampus-kampus di bawah PTKIN juga mengahdapai beberapa masalah yanh hassu segera di cari solusinya. Dari model penerapak system pembelajarannya saja mengalami beberapa model atau pola, ada yang sepenuhnya pembelajaran di maahad itu diserahkan kepada bidang tiga atau lini kemahasiswaan, ada juga model pembelajarannya masih setangah-setangah atau system pengeloalaan belum jelas dan sepenuhnya di bebankan kepad kemahasiswaan. Masih banyak kampus-kampus yang system pembelajaran Maahad masih dibawah lini satu. Pada apa yang dipelajari di dalam Maahad adalah pembentukan karekater atau capaian pendukung bukan sebagai capaian pokok yang wilayahnya lini satu. Inilah mungkin beberapa hal yang harus diambil solusi secepatnya kalau kita ingin mengelola bidang kemahasiswaan secara professional.
Masih banyak posisi Aljamiah masih berbeda-beda antara PTKIN, ada yang dibawah lini satu ada yang maih dibawah lini tiga, ini wilayahnya kementerian Agama RI. Masing-masing membuat draft akademik tentang model maahad alJamiah di masing-masing Universitas. Mengingat begitu pentingnya posisi alJamiah untuk mengahalau radikalisme dan intoleransi di lingkungan kampus PTKIN, maka sangat diperlukan untuk menyelesaikan posisi dan tupoksi siapa maadhad tersebut.
Bapak Kasubdit, Rohman Basori, menyerahkan posisi maahad aljamiah kepada Forum WR III untuk merumuskan berbagai hal yang diperlukan untuk diposisikan di bawah lini tiga karena mengingat radikalisme dan intoleransi sudah begitu mendesak untuk ditindaklanjuti bagaimana cara yang ampuh memback up radikalisme dan intoleransi tersebut.
 Hal lain yang dibicarakan pada pertemuan Forum wakil rektor III tersebut adalah yang berkenaan dengan akreditasi Ormawa dan bagaimana mencapai akreditasi yang baik pada lini ini. Ini disampaikan oleh bapak Waryono sebagai ketua forum wakil rektro III PTKIN se-Indonesia. Akreditasi sebagai salah indicator yang menunjukkan sebuah Universitas baik atau berkelas, makanya kontribusi lini tiga sangat besar. Dengan demikian, ke depan diharapkan semua para warek tiga sudah seharusnya menyiapkan hal-hal yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut.